Menciptakan Generasi Literasi (GenLit) Gemar Baca Tulis
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat,
serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
“Menciptakan Generasi Literasi (GenLit) Gemar Baca Tulis” ini sebagai salah
satu persyaratan dalam mengikuti ajang Pemilihan Duta Bahasa Provinsi Maluku
Utara yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara.
Semoga
makalah yang penulis susun ini dapat memberikan manfaat semaksimal mungkin
kepada para pembaca. Adapun berbagai kekurangan yang sekiranya ditemukan dalam
makalah ini adalah tidak lain merupakan kekurangan penulis yang diharapkan
dapat dimaklumi adanya. Kritik dan saran sepenuhnya akan penulis terima sebagai
pembelajaran dan perbaikan di masa akan datang dalam pembuatan makalah-makalah
selanjutya.
Ternate, 31 Maret 2017
Dwi Budidarma Sutrisno
DAFTAR
ISI
SURAT
PERNYATAAN
KATA
PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . i
DAFTAR
ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB
I . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .1-2
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan
Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . .2
C. Tujuan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . .2
D. Manfaat
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . .2
BAB
II . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . 3-10
A. Defini
Literasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . 3-6
B. Pentingnya
Literasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . 6-7
C. Kedudukan
Literasi Indonesia di Mata Dunia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7-8
D. Upaya
Peningkatkan Budaya Literasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8-10
PENUTUP
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Latar
belakang pembuatan makalah ini bergerak dari berbagai fakta memperihatinkan mengenai betapa
rendahnya tingkat literasi yang ada di Indonesia
serta berbagai bahaya yang menanti sebagai akibat dari kebiasaan malas baca
yang dialami masyarakat Indonesia.
Maraknya berita bohong yang dengan
mudahnya tersebar di berbagai jejaring media sosial
yang mewarnai hari-hari kita beberapa waktu terakhir yang begitu meresahkan menjadi salah satu dampak yang paling
dapat dilihat bersama. Mudahnya penyebaran
berita bohong juga dapat mengindikasikan betapa bobroknya budaya membaca sebelum
membagikan informasi yang menjadi kelemahan kita sebagai orang Indonesia. Hal
yang tidak mungkin terjadi jika minat baca kita tinggi.
Sesuatu harus benar-benar dilakukan
untuk meningkatkan budaya membaca. Upaya-upaya dari kita semua sebagai individu
atau pihak yang menyadari bahayanya keberlanjutan
dari rendahnya minat baca harus sesegera mungkin melakukan gerakan untuk melawan kebiasaan malas baca .
B. Rumusan
Masalah
A. Apa
sebenarnya itu literasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ?
B. Kenapa
literasi begitu penting . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . .?
C. Dimana
kedudukan literasi Indonesia di mata dunia . . . ?
D. Bagaimana
meningkatkan budaya literasi . . . . . . . .
. . .?
C. Tujuan
Tujuan
dari makalah yang penulis susun ini adalah untuk mengajak kita sebagai orang
indonesia menjadi lebih peka peka terhadap isu literasi yang membutuhkan
perhatian khusus serta menjadikan makalah ini sebagai salah satu bentuk
refleksi sehingga diharapkan akan ada gerakan positif yang kemudian dapat
dihadirkan dan menjadikan kita semua sebagai individu sadar literasi dan
bersama meningkatkan budaya literasi.
D. Manfaat
Manfaat
yang penulis harapkan dari penyusunan makalah ini adalah semoga makalah ini
bisa menjadi referensi untuk makalah-makalah selanjutnya dengan tema yang
berhubungan walaupun dalam penyusunannya penulis yakini masih terdapat banyak
kekurangan disana-sini karena keterbatasan penulis. Semoga para pembaca dapat memetik
manfaat semaksimal mungkin dari makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Defini
Literasi
Literasi adalah
kemampuan untuk membaca dan menulis (1) literasi juga diartikan sebagai
pengetahuan atau keterampilan dalam bidang tertentu; literasi digital, literasi
gizi, literasi informasi, literasi internet, literasi jaringan, literasi
keuangan, literasi komputer, literasi media, literasi perpustakaan, literasi
sains, literasi teknologi, literasi visual (2). (Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi ke-5. 2016. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud)
Kegiatan literasi selama ini identik dengan
aktivitas membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003
menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi
dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang
terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO
itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan
untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara
efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk
mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-kemampuan itu perlu dimiliki tiap
individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan
itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat. (Pangesti, dkk, 2016. h. 7)
Jadi, apakah kita sudah
benar-benar memahami apa sebenarnya dan bagaimana konsep literasi yang
sesungguhnya sekarang? Berikut di bawah ini penulis kutipkan penjelasan
mengenai komponen literasi yang dituang dalam buku Desain Induk Gerakan Litersi
Sekolah oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis,
namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan
dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan
ini disebut sebagai literasi informasi. Clay (2001) dan Ferguson
(www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan bahwa komponen literasi
informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan,
literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks Indonesia,
literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap selanjutnya.
Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.
Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk
menyimak,memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang
dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah.
Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi
perkembangan literasi dasar.
2.
Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis
untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving),
mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman
dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3.
Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikanpemahaman cara
membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan
periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang
memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan
pengindeksan, Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah hingga memiliki pengetahuan
dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan,
penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
4.
Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai
bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio,
media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan
penggunaannya.
5.
Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan
yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak
(software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya,
kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan
mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer
(Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan
komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat
lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat
ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang
dibutuhkan
masyarakat.
6.
Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi
media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan
belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan
bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam
bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks
multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak
manipulasi dan hiburan yang benarbenar perlu disaring berdasarkan etika dan
kepatutan. (Pangesti, dkk, 2016. H.
8-9))
Hal ini menunjukan bahwa selama ini
kita telah salah kaprah menggunakan istilah yang sudah tidak asing ini akan
tetapi dengan pemahaman makna sedikit banyak berbeda. Jika selama ini kita
hanya mengangap bahwa kegiatan literasi hanyalah berupa kegaiatan baca dan
tulis saja, akan tetapi kebenarannya ternayata lebih daripada itu, walaupun
tidak dapat dipungkiri bahwa baca dan tulis merupakan hal terpenting dan awal
dalam memulai semua hal lainnya.
B.
Pentingnya
Literasi
Masyarakat global dituntut untuk
dapat mengadaptasi kemajuan teknologi dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha
(Unesco, 2003) mencanangkan pentingnya literasi informasi (information
literacy), yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis,
dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan
kehidupan pribadi dan sosialnya. Dalam era global ini, literasi informasi
menjadi penting. Deklarasi Alexandria pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis
dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa literasi informasi adalah: “kemampuan
untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus.
Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan
saat informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang
diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan
mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan
serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.” (Pangesti, dkk, 2016. h. 1)
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa kita sedang hidup di jaman yang mengandalkan
informasi dimana semua hal hanya sejauh ujung jari berupa akses telepon pintar
ke internet. Adapun kemudahan ini bukanlah serta merta tanpa potensi bahaya,
bertebarannya informasi tidak benar atau yang lebih akrab kita sapa sebagai
hoax adalah contohnya. Bagaimana ketidakbijaksanaan dalam mengaplikasikan
berbagai kemajuan teknologi dapat secara sewaktu-waktu berbalik arah menjadi
bom waktu. Berita bohong yang mengundang perpecahan.
Pentingnya
literasi secara umum dalam berbagai aspek juga menentukan masa depan suatu
bangsa dan individu. Keterampilan penguasaan ilmu pengetahuan dapat menjadi
batu loncatan dalam melaksanakan berbagai hal dalam hidup karena aktivitas kita
setiap harinya pastilah berhubungan dengan keterampilan membaca dan menulis
serta keterampilan lainnnya. Seperti yang telah dibahas sebelumya kalau
literasi bukan hanya sekedar kemampuan baca tulis saja akan tetapi mencangkup
berbagai keahlian lainnya.
C.
Kedudukan
Literasi Indonesia di Mata Dunia
Anak-anak di negara-negara
berkembang memiliki kemampuan di bawah daripada teman sebaya mereka yang berada
di negara-negara maju, temuan yang sama juga terjadi pada tingkatkan ekonomi
dan rendahnya budaya literasi. Negara-negara yang termasuk diantaranya adalah
Venezuela, Indonesia, Triniad dan Tobago dan Cyprus. Hamper sepertiga dari
jumlah pelajar masuk dalam kategori atau bahkan di bawah dari kategori bukan
pembaca. Masing-masing negara memiliki permasalahan dan unik yang berbeda satu
sama lain. Contohnya, Hampir 80 % pelajar di Indonesia mengambil tes bahasa di
sekolah yang berbeda dengan bahasa yang mereka biasa gunakan saat di rumah (John.
2016. h. 29)
Hasil studi PISA (Programme
for International Student Assessment)
atau (Program Penilaian Siswa-siswa di Berbagai Negara) pada
tahun 2000 menyebutkan bahwa dari total 42 negara yang berpartisipasi,
negara-negara dengan nilai tertinggi adalah Jepang, Korea Selatan, New Zealand,
Finlandia dan Australia. Jepang keluar dengan nilai tertinggi pada litersi
bacaan dan literasi matematika. Sedangkan korea selatan menempati posisi
teratas untuk literasi ilmiah. Lima besar terbawah ditempati oleh Brazil,
Mexico, Luxembourg Yunani dan Portugal. Akan tetapi jika penilaiannya
difokuskan pada tingkat membaca siswa maka Indonesia bersama Macedonia Albania
dan Peru menempati posisi terendah. (John. 2016. h. 38)
Hasil studi PIRLS (Progress
in International Reading Literacy Study) atau (Studi Perkembangan Literasi
Bacaan Internasional) pada tahun 2011 menunjukan hasil bahwa dari total negara
yang berpartisipasi sebanyak 48 negara dijuarai oleh Finlandia, Rusia, Hong
Kong. Sedangkan Lima terbaik adalah Uni Emirat Arab, Indonesia, Qatar, Oman dan
Moroko. (John. 2016. h. 36)
Peringkat literasi Indonesia di
dunia memprihatinkan. Menurut data World’s Most Literate Nations, yang disusun
oleh Central Connecticut State University ini, peringkat literasi kita berada di
posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti. Artinya, peringkat Indonesia
hanya lebih baik dari Bostwana, sebuah negara di kawasan selatan Afrika. Negara
yang paling baik literasinya adalah Finlandia, yang berada di peringkat
pertama. (Mitra Tarigan, 2016)
D.
Upaya
Peningkatkan Budaya Literasi
Melihat fakta-fakta memperihatinkan
mengenai hasil-hasil studi yang menempatkan Indonesia yang konsisten menetap
pada deretan peringkat terbawah seakan membuat kita semua tersadar akan
keterbelakangan kita dalam berliterasi. Pentingnya upaya peningkatan Budaya
Literasi tidak bias lagi ditunda dan dipandang sebelah mata. Sudah menjadi
barang tentu untuk para pemegang kekuasaa dan kita semua sebagai masyarakat
Indonesia melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan.
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015
menyatakan perlunya sekolah menyisihkan waktu secara berkala untuk pembiasaan
membaca sebagai bagian dari penumbuhan budi pekerti. Meskipun begitu, banyak
referensi menegaskan bahwa program membaca bebas tidak cukup hanya sekadar
menyediakan waktu tertentu (misalnya lima belas menit setiap hari) bagi peserta
didik untuk membaca. (Kisyani, dkk, 2016, h. 1).
Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam melaksanakan gerakan literasi sekolah sudah benar
karena dengan begini maka anak-anak didik dapat terbiasa dan secara perlahan
merubah kebiasaan malas baca menjadi peningkatan budaya baca yang lebih baik
lagi.
Penulis memiliki beberapa saran
berupa kegiatan-kegiatan yang dapat dirangkaikan dengan gerakan literasi sekolah (GLS) sebagai berikut :
1. One Week One Book (OWOB)
Kegiatn one week one book (OWOB)
dimaksudkan untuk selain daripada membaca selama 15 menit sebelum mulai
belajar, para siswa juga diharapkan dapat menamatkan setidaknya satu buku per
minggu. Kegiatan ini dapat dimasukkan sekalian ke kegiatan membaca 15 menit
sebelum belajar ataupun di luar daripada itu. Kenapa waktu kegiatan OWOB harus
semiggu? Hal ini untuk tidak memberatkan para siswa sehingga nantinya mereka dapat
melakukannya dengan senang hati tanpa unsur paksaan apapun. Serta
mempertimbangkan kesibukan para siswa yang harus dihadapkan dengan berbagai
tugas sekolah setiap harinya sehingga kurun waktu satu minggu sekiranya dapat
menjadi perkiraan waktu menamatkan satu buku yang efektif.
2.
(S)atu H(a)ri Sa(t)u T(u)lisan (SATU)
Selain membangaun kebiasaan baca
secara perlahan, kita juga sekiranya dapat kemudian membarengi kegiatan membaca
dengan kegiatan menulis. Kegiatan menulis ini dapat dilaksanakan tanpa aturan
ketat agar dapat membebaskan daya kreatifitas para siswa. Tulisan bentuk apapun
yang dihasilkan kemudian disimpan dan dikumpulkan dalam bentuk satu buku tulis
ataupun dapat juga diunggah ke media sosial sesuai keinginan penulis.
3.
(B)acalepo (B)acarita (B)uku (BBB)
Setelah terbiasa dengan kegiatan membaca satu buku
setiap satu minggu dan dilanjutan juga dengan kegiatan menulis satu tulisan
setiap harinya maka yang dapat dilakukan selanjutya adalah mendiskusikannya.
Kegiatan diskusi begitu bermanfaat sebagai wadah berbagi ilmu dan pemahaman
kepada sesama teman. Kegiatan diskusi juga akan menjadi begitu berbeda dengan
diskusi-diskusi biasanya yang dilakukan di sekolah yang terkesan begitu
akademis dan ilmiah. Kegiatan diskusi buku dapat dilakuka dengan lebih santai
dan fleksibel.
4.
Pemilihan Duta Genlit per Sekolah
Kegiatan Pemilihan Duta Generasi
Literasi (GenLit) per sekolah akan menjadi puncak dari berbagai rangkaian
kegiatan OWOB, SATU, maupun BBB sekalian juga sebagai motivasi dan mengajarkan
nilai kompetisi dalam berliterasi. Jumlah buku yng dibaca dan jumlah tulisan
yang dibuat akan menjadi bagian dari sekian factor untuk mengikuti Pemilihan
Duta GenLit di setiap sekolah. Nantinya, setiap sekolah akan memiliki sepasang
Duta GenLit yang dalam masa baktinya akan bertugas menjadi sosok teladan juga
sebagai penebar informasi positif serta aksi bermanfaat dalam Gerakan Literasi
Sekolah.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pemaknaan
literasi telah meluas seiring perkembangannya jaman, yang hanya berupa
kemampuan untuk membaca serta menulis, kini telah menjadi berbagai penguasaan
keterampilan dalam menggunakan berbagai informasi pengetahuan. Beberapa hasil
studi dari tahun ke tahun yang terus menempatkan Indonesia masuk dalam deretan
peringkat terendah membuat pemerintah Indonesia mengambil tindakan responsive
berupa pengadan Gerakan Literasi Sekolah yang mewajibkan setiap siswa membaca
buku selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Penumbuhan peningkatan budaya baca
yang rendah dibutuhkan untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan mampu
bersaing dengan negara yang lain di masa yang akan datang. Tawaran
program-program penulis berupa OWOB (One Week One Book), SATU (Satu hari Satu
Tulisan), BBB (Bacalepo bacarita Buku), serta Pemilihan Duta Generasi Literasi
(GenLit) per sekolah dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam upaya
peningkatan minat baca para siswa dalam bentuk aksi-aksi positif dan bernilai
kompetitif dalam Literasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Kisyani, dkk. 2016.
Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
untuk Jenjang
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pangesti, dkk. 2016. Desain Induk Gerakan Litersi
Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
John, et
al. 2016 World Literacy: How Countries
Rank and Why It Matters.
Nicholas Burnett,
et al. 2005. The EFA Global Monitoring Report. United Nations
Educational,Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
Mitra Tarigan.
(2016 April 16-17) Terpuruknya Tingkat Literasi Kita. Tempo.
Arif Gunawan. 2016. Indonesia second least literate of 61 nations.
Jakartapost.com
Manik Sukoco. 2017. Netizen Indonesia,
Angka Literasi, dan Maraknya Hoax. Kompasioana.com
Eka Januwati. 2016. Peringkat Literasi Indonesia, Nomor Dua
Dari Bawah. Femina.com
Comments
Post a Comment