Tahun Tergelap, Tuhan Terangkan


Tahun 2017 bisa jadi adalah tahun terberat yang pernah ada. Menengok kembali ke belakang, waktu benar-benar menjadi penawar. Untuk perempuan, setidaknya untuk sebagian perempuan, memotong rambut yang panjang menjadi lebih pendek menjadi pelarian dari stress yang menumpuk. Tapi aku laki-laki, iya, yang artinya aku tidak bisa memangkas rambut yang sudah memang pendek menjadi lebih pendek, solusinya adalah menghilangkan rambut yang pendek menjadi pelontos tak tersisa. Tidak hanya sekali, terhitung tiga kali total aku membinasakan rambut di kepala yang sering orang sebut mahkota.

Yang pertama terjadi tidak lama pasca aku memberitahu seorang anak kaum hawa tentang rahasia yang telah aku simpan rapat agar tidak diketahui olehnya. Sekedar memberitahu, karena aku cukup tahu diri dan bisa membaca kondisi alam bahwa aku tidak punya kesempatan sama sekali untuk bersamanya. Karena dia tidak sendirian dan memang karena dia sama sekali tidak merasakan sesuatu hal yang sama.  Setelah setahun penuh tersenyum dan menangis sendirian, kutuliskan sepotong surat online untuk dibacanya, kemudian menghilang dari kehidupannya. Jatuh hati terdalam dan patah hati terhancur.

Berselang tiga tahun kemudian, sejak maret 2016 merasakan sesuatu yang aneh yang sering orang sebut cinta sendrian, sampai maret 2019 aku masih belum bisa merelakan hati untuk terjatuh kembali. Namun, tak pernah sekalipun ku menyesalkan hati yang tidak sengaja terjatuh tiga tahun lalu, Tidak semua cinta harus berbalas, tidak semua cinta harus berujung bersama. Definisi cinta lebih luas dan terlalu tidak bijaksana jika menyempitkan pengertian cinta, tidak harus sekedar aku dan kamu yang menjadi kita.

Kali kedua raibnya rambut tanpa sisa terjadi setelah peristiwa yang hampir merenggut wanita nomor satu di dalam rumah. Ibu yang sehat mendadak sakit dan dilarikan ke rumah sakit di tengah malam, kemudian menghabiskan waktu yang tidak cepat untuk akhirnya bisa diijinkan kembali ke rumah. Berawal dari salah makan yang kemudian menjadi koma berhari-hari sampai mengumpulan seluruh keluarga dan menuntut genangan air mata tanpa henti serta kiriman doa yang tak berkesudahan. Terbukanya kembali mata dan mengembalikan kesadaran yang sempat terenggut selama satu minggu paling panjang yang pernah aku alami seumur hidup. Namun cerita sedih tidak berakhir, tetapi berlanjut. Terus berlanjut.

Kehilangan kesadaran hampir satu minggu membuat tubuh Ibu mendadak lupa akan fungsinya. Upaya mengembalikan kembali kondisi tubuh menjadi seperti sedia kala memaksa Ibu untuk tetap dirawat sampai satu bulan. Setiap hari adalah perjuangan tanpa tahu waktu jeda. Sepulang dari rumah sakit pun, pekerjaan rumah menunggu, Ibu yang waktu itu hanya bisa tertidur, belajar kembali bagaimana caranya duduk, berdiri, berjalan, dan berbicara. Setiap waktu yang berlalu adalah proses yang lambat tapi pasti. Walaupun dokter sudah terlebih dahulu memberi tahu tidak mungkin Ibu bisa seperti dulu lagi. Kami pun sadar akan hal itu, Ibu masih diberikan kesempatan untuk bangun kembali setelah sempat koma saja sudah menjadi sesuatu yang tidak henti-hentinya kami syukuri. Tuhan benar ada. Kekuatan doa itu pasti.

Hampir dua tahun telah terlewati, sekarang Ibu sudah bisa kembali bekerja. Walau hanya setengah hari. Aku selalu siap sedia menjadi pengantar pulang dan pergi. Dengan gaya berjalan yang masih sering membuat khawatir, walau bunyi suara saat berbicara sudah tidak lagi sama dan membuat orang heran. Ibu tetap semangat menjalani hari, dan semakin hari semakin mesra berkomunikasi dengan Tuhan. Selalu mengingatkan anak-anaknya yang terus malas untuk tidak lupa beribadah setiap lima kali dalam sehari. Motivasi bisa datang dari mana saja, dari buku yang dibaca, dari film yang dinonton, tapi sebenarnya kita selalu dekat dengan sumber motivasi yang nyata. Ibu kita, manusia yang menjaga kita selama di dalam kandungannya yang hangat dan tidak pernah berhenti mencintai saat kita sudah datang ke alam dunia ini.

Ujian seakan tidak kenal kata lelah pada tahun itu, waktu Ibu sakit yang bersamaan dengan waktu kkn membuat aku hampir menyerah, dan kemudian menyerah, dan kemudian kembali berjuang kembali. Segala macam proses yang harus dihadapi mahasiswa semester akhir sudah tidak kupikirkan lagi. Melihat Ibu yang tertidur sakit dan mebutuhkan perhatian penuh, aku katakana nanti saja untuk masalah yang lain. Namun Tuhan memiliki caranya sendiri, saat sudah menyerah, teman-teman kkn terus berdatangan ke rumah dan memintaku kembali memperjuangkan proses kkn. Mereka rela mengurangi beban kerja yang seharusnya kupikul setelah mengetahui apa yang sedang terjadi padaku. Manusia-manusia yang baru aku kenal bisa membantu sedemikian, aku sambut dengan penuh pertimbangan. Dilanjutkan dengan skripsi.

Proses skripsi yang menguras kesabaran dan memecah belah ikatan persahabatan. Revisi beruntun yang tidak ada habisnya. Sahabat yang masing-masing disibukkan dengan pergelutan tugas akhir, aku kehilangan dua sahabat sekaligus karena masalah komunikasi. Mengejar jatuh tempo wisuda yang dekat. Semuanya terasa tidak mungkin dilakukan, namun ini bukan ujian berat pertama tahun ini. Sekali lagi Tuhan menunjukkan caranya yang tidak pernah bisa kita mengerti. Maret 2018 aku akhirnya wisuda. Bulir demi bulir air hangat yang keluar dari kelopak mata tanpa meminta persetujuan tidak lupa mewarnai prosesi wisuda. Perjuangan dari Ibu yang menjadi orang tua tunggal semenjak kepergian Ayah sejak 2010, cobaan bersambung cobaan yang antri menunggu giliran meredupkan semangat melanjutkan hidup.

Hidup tidak akan pernah berhenti memberikan masalah. Tahun 2017 sebagai tahun penuh patah hati. Perlahan berdamai dengan perasaan kepada seorang wanita yang tidak terbalaskan. Menyambungkan kembali tali persahabatan yang sempat terputus, waktu berubah, manusia berubah, walau sudah tidak erat seperi dulu, setidaknya bisa saling terus berkomunikasi tanpa membenci. Lebih menghargai hidup setelah hampir kehilangan Ibu, serta belajar memperbaiki diri setiap hari, sebagaimana yang diajarkan Ibu yang mengulangi proses belajar berjalan dan berbicara. Kita memang tidak punya kuasa tentang seberapa lama kita akan tinggal di dunia atau seberapa banyak masalah yang akan datang dari arah mana saja. Namun, semua dari kita tentu mempunyai hak penuh untuk memilih tidak menyerah dan terus berjuang.

Comments