3 Mantra Ajaib Menulis Tere Liye
Teruntuk beberapa orang yang
bermimpi menjadi penulis, membaca tumpukan artikel mengenai bagaimana sih
sebenarnya cara menjadi menulis itu mungkin bukanlah hal yang asing lagi. Tapi
kemudian semuanya berubah (ketika negara api menyerang hehe) ketika sudah
berada di depan laptop untuk kemudian memulai menulis, tulisan apapun itu.
Tapi, jangan khawatir, kamu tidak sendirian.
Ada begitu banyak alasan
seseorang ingin menjadi penulis dan hanya orang tersebut yang tahu apa dan
kenapa serta bagaimana sebenarnya. Bisa jadi terangsang oleh buku favorit yang
dibaca, hal ini yang paling sering terjadi, proses di mana seorang pembaca
mulai bermimpi ingin menjadi penulis suatu hari nanti. Adapun kemungkinan yang
lain berupa fakta bahwa menulis yang sudah menjadi medium yang terlampau nyaman
bagi seseorang untuk berekspresi walaupun kemudian tulisan-tulisan tersebut
hanya berakhir menjadi koleksi pribadi (seperti diary atau juga jurnal).
Kemudian dari pada itu semua
probabilitas alasan di balik keinginan menulis, menulis sudah menjadi sesuatu
yang sangat dekat dengan kehidupan keseharian kita loh. Di mulai dari bangku
sekolah dasar saat kita di ajari membaca daftar huruf alphabet dan kemudian
belajar merangkai huruf menjadi kata terus sampai kata menjadi kalimat yang
akhirnya kalimat menjadi paragraf yang berlanjut terus menerus gitu.
Tapi terkadang begitu susah
untuk kita membuat suatu tulisan, salah satu alasannya mungkin karena memang
menulis mejadi kemampuan paling susah jika dibandingkan dengan 3 temannya. Kamu
pernah dengar kan, kalau ada 4 kemampuan yang kita butuhkan dalam proses
berbahasa. Mereka adalah mendengar, membaca, berbicara, dan kemudian menulis.
Mendengar dan membaca merupakan aktivitas konsumtif yang artinya kita menerima
mereka yang berasal dari luar untuk kemudian dicerna. Hal yang begitu berbeda
dengan berbicara dan menulis yang seperti yang sudah bisa kamu tebak, benar
sekali kalau kamu menjawab mereka adalah aktivitas produktif, yakni sesuatu
yang harus berasal dari ita sendiri melalui proses kreasi untuk kemudian
diberikan untuk orang lain siapapun itu.
Minggu lalu (tepatnya tanggal
26 juli 2018) aku sempat mengikuti workshop kepenulisan yang diselenggarakan
oleh toko buku gramedia yang bertempat di salah satu universitas di tempat aku
tinggal dan gratis tanpa dipungut biaya (resikonya gak dapat
cemilan tapi tujuan ke worksop kan untuk menelan pelajaran dari penulis
terkenal, bukan makan gratis) tapi ada penjualan buku diskon.
Penulis yang aku maksud
adalah salah satu penulis yang paling tersohor se-Indonesia raya. Tapi juga
terkenal tidak suka mendokumentasikan dirinya dalam bentuk apapun sehingga
lebih banyak yang mengenal deretan buku yang ditulisnya ketimbang wajah
dirinya, sang penulis. Tere Liye. Nama aslinya itu Darwis. Tapi kita
semua mengenalnya dengan sebutan Tere Liye, sebut saja bang Tere.
Tidak sedikit video workshop
yang sudah aku nonton di youtube sehingga sedikit banyak aku sudah bisa menebak
gaya pakaiannya dan nada cara bicaranya. Yang ternyata, memang tidak jauh
berbeda dengan saat melihatnya di dunia nyata. Memaparkan penjelasan dengan
begitu santai dan sederhana. Walaupun, salah satu teman yang waktu itu
kebetulan ikut sempat menyeletuk “kok, gaya bicaranya kayak sombong gitu yah?”
sambil sedikit memasang wajah kecewa. Namun aku hanya membalas perkatannya
dengan mengatakan “menurutku justru sebaliknya, dia tidak sombong sama sekali.
Mungkin karna terlalu sederhana sampai terlihat sombong” jawabku singkat
berargumen sambil serius memperhatikan bang Tere.
Di bawah ini adalah 3 mantra
ajaib yang dberikan oleh penulis idola sejuta umat itu. Kita yang hadir dberi
arahan mencatat, terserah di atas kertas atau pun di gawai masing-masing. Dengan
gaya mendikte layaknya bapak guru, jadi lumayan berasa kayak kembali ke
bangkusekolahan, bang Tere perlahan memuntahkan mantra satu demi satu untuk kemudian kita pungut dan taruh di lembar catatan.
---------------------------------------------------------
1.
Sejatinya, topik tulisan bisa apa saja, tapi penulis yang baik selalu menemukan
sudut pandang yang spesial.
2.
Menulis membutuhkan amunisi, tanpa
amunisi tidak bisa menulis.
3.
Kalimat pertama adalah mudah, gaya bahasa adalah kebiasaan, penutup lebih
gampang lagi.
----------------------------------------------
Terlihat
begitu sederhana mungkin, tapi memang itulah kata-kata yang keluar dari mulut
bang Tere. Dalam hati, aku pun bertekad kalau sepulang dari workshop akan
langsung rajin menulis sesuai dengan tips yang diberikan. Tapi kenyataannya
tidak demikian, buktinya adalah tulisan ini yang baru sempat terwujud hari ini,
tepat setelah kurang lebih seminggu berlalu selepas kejadian sebenarnya telah terjadi.
Ada
satu kalimat pamungkas yang aku sempat tangkap karena saking kagum. Bang Tere
sempat berkata “Menulis Tidak Pernah Seserius Itu” atau kurang lebih begitulah
bunyinya yang intinya itu adalah kalau menulis gak perlu terlalu serius-serius
amat. Oiyah, saat sesi tanya jawab, aku gak bertanya karena bingung mau tanya
apa. Kebanyakan yang mengajukan pertanyaan adalah mereka yang sudah pernah
menerbitkan buku atau sudah punya naskah yang selesai. Kalau aku kan belum
punya apa-apa, hanya deretan curatan tidak penting di blog pribadi yang tidak
pernah ada pembacanya. Tapi aku menyempatkan mengosongkan dompet karena tergoda
harga buku bang Tere yang diskonan, sekedar melengkapi koleksi serial novel
bumi yang aku sukai seraya mengenyangkan keinginan hati kecil.
3 Septembber 2018
#OneDayOnePostChallange
Day 0 0 0 0 0 0 0 0 1
#OneDayOnePostCommunityDay 0 0 0 0 0 0 0 0 1
3 September 2018
Waaah ketemu mas Darwis. Haha.. Terimakasih sharenya, izin baca-baca lainnya.
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir kak. silahkan berkeliling.
DeleteHah... siapa bilang tidak ada yang baca. Ini aku baca.
ReplyDeleteDi dunia maya banyak pembaca diam diam.
wah terharu ternyata ada yang baca
DeleteWih. Rupanya ada foto candid deng Tere Liye 😮😂
ReplyDeleteberuntung, yuhuu. yah, walaupun silau, hehe.
Delete