sosiologi sastra



Dalam buku Sosiologi sastra (2013: 15-16), Theodorus Uheng Koban Uer menjelaskan tiga hakikat kenyataan dalam karya sastra dan dalam sosiologi. Pertama, kenyataan dalam sosiologi adalah kenyataan yang factual yang merupakan fakta sosial pada bidang-bidang kehidupan manusia, sedangkan kenyataan dalam karya sastra adalah kenyataan fiksional, imajinasi pengarang dengan menggunakan bahasa meamorfosis yang menyentuh perasaan pembaca. Kedua, sosiolgi melukiskan fenomena sosial
denga menggunakan bahasa yang lugas, denotatif sehingga mudah dianalisis dengan pikiran tanpa menimbulkan penafsiran yang lain, sedangkan dalam karya sastra fenomena sosial yang ada dilukiskan dengan bahasa konotatif yang menimbulkan multitafsir dan menyentuh perasaan pembaca. Ketiga, sosiolog mengolah pikiran dan perasaannya secara lebih rasional sehingga mudah dicerna pembaca, sedangkan pengarang sastra mengolah pikiran dan perasaannya secara emosional impresif yang subjektif.

Sastra bergerak pada dua tampilan pengalaman hidup, yaitu: (1) menampilkan pengalaman hidup secara nyta, tanpa ada tambahan, tanpa ada sunatan, dan kadang-kadang secara kasar diekspresikn begitu saja, dengan ambisi tertentu, (2) menampilkan pengalaman hidup yang telah dipotong-potong, digunting, dilipat, diterjemahkan, dan dipoles dengan fantasi, hingga sering jauh dari realitas. Tampilan (1) meyakini bahwa hidup seperti apa adanya, diungkapkan secara jelas. Kehidupan yang di satu sisi dapat ditemukan di setiap saat dalam setiap manusia, merupakan wujud penagalaman sosial. Adapun pengalaman (2), jelas sudah banyak bunga-bunga dan bumbu serta kecap sastrawan. Seperti halnya seorang pelukis, sastrawan kadang-kadang berkarya sebagai refleksi pengalaman yang meleset keluar ke beberapa hal.

sumber : Suwardi Endraswara. 2013. Sosiologi Sastra: Studi, Teori, dan Interpretasi. Yogyakarta. Penerbit Ombak.

Comments