I say no for it

Kemaren sesuai rencana tanggal dua puluh tujuh aku kembali ke kampus untuk mencari info tentang tanggal dua puluh delapan.

Hal yang tidak diperkirakan terjadi begitu saja dengan cepatnya, aku memutuskan untuk tidak ikut.

Aku pergi sekitar jam setengah tiga, aku memilih lewat jalan kalumata belakang, dengan alasan yang jelas karena tidak ingin tersesat lagi disebabkan tidak bisa melihat tanda jalan yang terlalu kecil kalau lewat jalan kalumata depan.

Aku berjalan dan beberapa lama kemudian sampai di lingkungan kampus, terlihat ada banyak sekali orang di setiap fakultas.

Aku berniat hanya lewat saja karena sudah janji ingin jemput teman, dalam perjalanan aku sempatkan melirik ke fakultas sastra dan budaya, ada banyak orang berpakaian bebas, pikirku mereka adalah maba namun kemudian terungkap kalau mereka adalah senior yang sedang asyik menyiksa junior.

Kejadian tersesat terulang lagi, kalau kemaren tersesat karena tidak bisa mengenali belokan menuju kampus, kali ini aku tersesat karena tidak bisa menemukan rumah teman.

Ingatan yang paling aku ingat saat minggu lalu mengantarnya adalah rumahnya dekat jembatan dan rumah itu bertipe jadul ditambah lumayan seram.

Aku secara harfiah bolak balik sepanjang jalan untuk, syukurlah pada akhirnya bisa ketemu juga.

Kami pun bergegas ke kampus, dia suparjo memberi tahu sebaiknya kita tidak parkir di fakultas untuk ikhtiar saja jangan sampai tertangkap senior.

Aku kemudian terpikirkan satu tempat untuk memparkir motor, di perpustakaan yang berjarak beberapa meter dari fakultas.

Selesai memakirkan motor kami pun lalu berjalan kecil ke arah fakultas, lagi parjo memberi saran, kali ini sarannya adalah jangan masuk lewat depan dan sebaiknya lewat samping saja.

Awalnya aku menolak dan ingin lewat pintu depan saja namun akhirnya aku menurut juga dengan sarannya.

Kami lalu menuju ke ruangan yang kemaren sudah kami datangi yaitu ruangan ibu ju sang kaprodi tapi pintu tertutup dan tidak memiliki hawa keberadaan di dalamnya mengisyaratkan orangnya tidak ada.

Kami lalu diberitahu ibu ju sedang berada di lantai atas, kami lalu menaiki tangga dan ternyata kami menemukan sebuah pemandangan beberapa bapak dan ibu dosen yang sedang berkumpul membicarakan sesuatu, kami langsung kembali turun ke bawah.

Mondar dan mandir kesana dan kesini kami pun memutuskan untuk bergabung dengan sebuah pembicaraan kecil, terlihat dua diantaranya berpakaian hitam putih.

Sebenarnya parjo dan aku sudah saling ngobrol pada hari sebelumnya tentang ini, parjo mengatakan kalau sudah dilaksanakan sesuatu yang disebut pra ospek sejak hari senin tapi karena dia datang terlambat jadinya dia tidak ikut bergabung dan hanya langsung pulang, kemudian pada hari kedua dia juga dengan sengaja tidak ikut tapi dia memberi tahu dan mengajak untuk ikut hari ketiga.

Aku yang sama sekali tidak niat pada awalnya hanya mengiyakan lalu saat dia memberi tahu bahwa itu dimulai dari jam enam pagi aku pun langsung mengajaknya untuk tidak usah ikut saja.

Kami pun bergabung dengan percakapan kecil yang sudah aku jelaskan tadi, selain dua orang berpakaian hitam putih, yang satunya lagi adalah berpakaian biasa yang ternyata adalah senior lalu beberapa saat kemudian senior itu pergi dan berganti dengan senior yang satunya lagi, disinilah ceritanya mulai seru.

Kami seperti mengobrol dengan informan yang baik hati membagikan informasi yang dia miliki secara gratis.

Dia adalah senior yang sekarang sudah semester tiga yang artinya berarti dia baru masuk tahun lalu dan satu angkatan dengan aku, atau mungkin juga tidak tapi sepertinya iya.

Jelas aku tidak membeberkan jati diri aku yang sebenarnya adalah power rangers, heh salah maksudnya aku adalah anak lulusan sma tahun lalu dan lagipula tidak ada gunanya aku mengatakan itu.

Dia mengobrol sangat panjang lebar tentang informasi yang menarik dan dia juga lumayan cantik jadi tidak ada alasan untuk aku bosan. Uhuk uhuk.

Well ayo mulai ke serious part.

Menurut percakapan yang sangat informatif itu aku mendapatkan informasi.

Seperti yang kemaren hasil pertemuan dengan ibu ju aku mendapati informasi bahwa universitas tidak setuju untuk mengadakan ospek tapi karena tuntutan dari senior makanya diadakan ospek dengan nama yang berbeda dan gaya yang berbeda pula katanya.

Tapi setelah mengetahui adanya kegiatan pra ospek yang dilakukan selama tiga hari ini membuat aku sedikit kecewa karena sebelumnya aku sudah terlanjur sangat percaya dan bersyukur dengan pernyataan yang dikeluarkan ibu ju.

Atau dengan pandangan sisi lain, mungkin ibu ju berusaha untuk melindungi dan menyelamatkan aku dari hal buruk itu.

Tapi karena ikut perintah kembali saat tanggal dua puluh tujuh aku jadi tidak bisa mengikuti dan mengetahui kalau ada yang namanya pra ospek.

Tapi aku juga sangat bersyukur, karena melalui mulut sang senior dan dua orang maba yang sudah berada di lokasi kejadian ini aku mengetahui kebenaran mengerikan yang ada yang sebenarnya sudah tidak asing karena sudah mendengar cerita teman yang ospek tahun lalu.

Walau katanya dua maba ini masih belum sempat disiksa karena mereka baru mengikuti hari itu dan masih harus mengurus registrasi.

Dikatakan bahwa hal ini sudah menjadi kebiasaan setiap tahun, seperti banyak berita yang diberitakan di media.

Bukan hanya tingkat universitad dalam kota dimana aku tinggal tapi juga secara nasional.

Dan untuk satu kali pertama aku mengingat jelas dan setuju dengan pernyataan pak mentri pendidikan dan kebudayaan.

Beliau berkata bahwa siklus itu harus diputuskan, karena kalau tidak maka akan terus berlanjut.

Begitulah kurang lebih yang dikatakan pak mentri dalam menyikapi berita heboh waktu itu tentang siswa yang mati disiksa seniornya.

Siklus balas dendam ini harus diputuskan untuk baru kemudian kita bisa terbebas dari kegiatan menyesatkan dan bodoh yang sering disebut ospek.

Karena jika anak tahun lalu disiksa anak tahun sebelumnya maka tahun kemudian dia akan menyiksa anak tahun ini dan sudah barang pasti anak tahun ini akan menyiksa anak tahun depan dan begitu seterusnya.

Aku biasanya tidak seperti ini. Aku biasanya adalah anak yang taat aturan. Tapi siapa yang ingin tetap masuk ke kandang singa dengan keadaan sadar dia pasti akan mati tercabik kemudian. Itu namanya bunuh diri.

Aku tahu aku akan disiksa maka aku tidak mau ikut. Am I that scare. Selain takut dan tidak terima disiksa aku juga tidak mengikuti hal ini karena aku menolak meneruskan siklus balas dendan tiada akhir yang menyesatkan ini.

Aku tidak asal bicara dan mempercayai pembicara yang ada di hadapan aku sekarang. Karena aku dan yang lainnya juga mendengar pembicaraan para senior yang kebetulam lewat di ruangan itu.

Kata mereka kurang lebih seperti ini; ih aku gak tega mukulin mereka ah, kemudian yang lain menjawab ah sudahlah apa kau tidak ingat kalau dulu kita juga dipukulin.

Well well well I just have no words about it. Kami kemudian hanya saling memandang satu sama lain dengan ekspresi senyum asam tipis.

Ada informasi penting yang lain lagi. Kakak senior yang ternyata jurusan sastra inggris itu membagikan hal yang lain juga.

Katanya yang memberikan ospek yang penuh siksa itu adalah anak jurusan antropologi, sejarah, dan sastra indonesia.

Anak sastra inggris tidak ada yang termasuk di dalamnya. Kalau pun ada itu hanya sedikit, sangat sedikit sekali.

Anak sastra inggris lebih mengutamakan studi dan mengatakan tidak pada ospek yang isinya hanya perlakuan penyiksaan.

Aku yang mendengarnya langsung mendapat perasaan sejuk yang susah diungkapkan.

I do the right thing. I choose the right one.

Sayang aku tidak sempat menanyakan nama senior baik hati itu.

Aku hanya berharap semoga tidak ada masalah karena aku tidak mengikuti ospek. Kenyataannya para dosen juga tidak setuju dengan ospek.

Comments