cerpen: bunga kamboja





Permukaan tanah bergetar, kerikil kecil dilindas, sebagian yang lain tempias berserakan sembarangan. Roda dua dan roda empat saling bersahutan, kemudian dilanjutkan hentakan kaki-kaki yang melangkah pasti menuju satu tujuan yang sama. Mereka ke arahku, mereka semua, gerombolan itu mendekat. Angin mulai berhembus pelan dilanjutkan dengan sedikit tiupan Syukurnya aku tidak ada di permukaan tanah, bisa diinjak-injak juga nanti pasti sampai penyot. Serem banget bayanginnya.
Ternyata mereka menuju lubang yang tadi digali oleh dua orang pemuda dengan cangkul tadi pagi, mereka memang tidak berpindah tempat sejak mereka selesai menggali satu jam yang lalu, mungkin mereka memang menunggu kelompok itu datang. Pakaian mereka tidak ada yang sama, tapi wajah mereka seakan nampak senada, seperti ada awan hitam pekat, tidak ada yang mampu menerbitkan satu senyum tipis. Aku penasaran kenapa.
“Kamu kenapa berisik sekali dari tadi, sih? Ganggu aku tidur” sekelopak bunga tua disampingnya akhirnya mulai bersuara
“Tidur terus kamu. Itu lihat, ada banyak manusia datang tuh” aku membalas pertanyaan kelopak yang kerjanya tidur terus
“Aku tidak semuda kamu yang  baru saja mekar. Kalau kamu seumuran aku juga pasti kamu akan memilih tidur terus juga.” Kelopak tua itu menyahut membela diri setelah diserang tadi.
Mereka menanam sesutu. Mereka kemudian menutup lobang yang tadi sudah digali. Wajah-wajah yang tadinya cemberut sekarang ada yang basah karena air yang keluar dari matanya. Terus selanjutnya malah sibuk menyeka wajah yang basah. Kalau memang mereka tidak mau wajah mereka basah, terus kenapa mereka membiarkannya basah, manusia memang aneh.
Tunggu dulu, itu bahasa apa yang mereka gunakan. Sepertinya aku pernah mendengarnya sebelumnya, saat aku masih belum merekah, rasanya begitu familiar, sesatu yang begitu asing kenapa bisa sampai membuat aku merasa begitu dekat. Aku yakin, aku pasti pernah mendengar bahasa itu sebelum aku mekar dulu. Hanya itu alasan yang paling masuk akal saat ini.
“Amin” seorang manusia tua setengah berbisik. “Amin” sekarang giliran ibu-ibu berpakaian serba kain panjang itu. “Amin” lah manusia kecil juga datang ternyata, tapi sepertinya manusia kecil agak berbeda dengan manusia besar. Yang kecil itu tidak menunjukkan wajah terlipat, wajahnya juga tidak basah, tidak sepert ibu-ibu yang sibuk menyeka wajah mereka.
“Kita nanti juga akan kembali pada-Nya. Saat aku sudah cukup tua, aku akan layu dan terlepas dari tangkai dan jatuh. Mungkin besok atau lusa. Tidak ada yang tahu. Pokoknya sperti itu lah” Aku hanya mendengar samar-samar apa yang dikatakan kelopak tua yang kerjanya kalau gak tidur ya ceramah.

Comments

  1. Ternyata ini ttg kematian😢
    Sudut pandang s bunga benar2 terasa ka💖👏

    ReplyDelete
  2. Alangkah bijaknya si kelopak tua...baris akhirnya bikin ngakak, btw kak setiap tumbuhan itu selalu berzikir loo setidaknya si kelopak tua ada bekal untuk menghadap penciptanya.. Semangat kak, aku suka pesan di dalamnya yay

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kalo gak salah pernah denger juga ada yang bilang kalo tumbuhan juga berzikir tapi aku gak terlalu tau. kenapa baris yang terakhir bikin ngakak? ehehe

      Delete
    2. Iya, bagian ini menggelitik menurutku "kelopak tua yang kerjanya kalau gak tidur ya ceramah." hahaha

      Delete
  3. Baru nyadar ini settingnya di kuburan.cerita yg menarik :')

    ReplyDelete
  4. Selama ini, ternyata bunga kamboja ya yang menjadi saksi ketika manusia di kebumikan.

    ReplyDelete
  5. Merasa diingatkan tentang kematian 😭😭😭😭

    ReplyDelete
  6. Kaya makna tulisannya seperti biasa...suka sama dialog terakhir...duh kelopak tua..hehe

    ReplyDelete

Post a Comment