Memutuskan Lingkaran Kebencian
Hal yang
begitu, aku tidak tahu kata apa yang tepat untuk digunakan, terjadi dan
tersebar di internet. Kampus almamaterku, tempat belajar tiga setengah tahun
selama proses studi strata satu, mendadak terkenal di jagat media sosial
Indonesia. Sayangnya, bukan karena hal baik yang bisa dibanggakan. Sudah
beberapa hari berselang dan pihak yang bersalah sudah meminta maaf, tapi aku
baru menulis sekarang, aku tidak tahu kenapa tapi sepertinya aku harus banget
gak pake nggak untuk ngomongin ini.
Singkat
cerita, sejumlah cuplikan vidio ospek tersebar dan dinonton jutaan pasang mata,
konten dari vidio itu berisikan senior yang memberikan arahan pada mahasiswa
baru untuk berjalan jongkok menaiki tangga dan meminum kemudian meludahkan kemudian
diberikan ke teman yang berada di samping sebotol kecil air putih, semuanya
dibalut dalam dan di bawah nama besar kegiatan ospek. Hhhhhhhhhhhhhhhhmmmmmmmmmmmmm.
Aku tidak
tahu apakah aku berhak untuk mengemukakan pendapat apapun tentang hal ini,
karena aku sama sekali tidak ada di dalam lingkaran tersebut. Ya, aku menjalani
studi di kampus tersebut, dan selamanya sampai kapanpun akan tetap bangga
dengan kampus almamater, yang artinya aku pernah jadi mahasiswa baru dan juga
pernah jadi senior, tapi aku tidak pernah mengikuti kegiatan ospek dan aku
tidak pernah menjadi panitia ospek. Aku menolak meneruskan lingkaran kebencian
itu sejak awal. Harga yang harus aku bayar dari tindakan tersebut, tentu saja,
aku tidak punya banyak teman dan aku tidak dikenal oleh senior, dan aku baik-baik
saja dengan semua konsekuensi tersebut, aku menerimanya.
Memang
sedikit canggung saat satu atau dua bulan awal dimulainya perkulihan, karena
semuanya begitu bangga menceritakan pengalaman mengerikan yang mereka alami,
sementara aku hanya bisa mendengar sambil sesekali merespon dengan ikut
memasang wajah takjub atau ngeri saat mendengar. Namun, waktu berlalu dan aku
tetap bisa saja berteman, memang tidak banyak, aku memang tidak pernah punya
banyak teman, dan aku memang bukan tipe orang terkenal yang dikenal semua
orang.
Sampai sini jelas ya, di mana posisi aku. Dan bagaimana aku akan berpendapat mengenai ini.
Mari kita
luruskan satu hal yang pasti. Ya, apa yang dlakukan oleh senior-senior tersebut
adalah salah. Sesuatu yang salah akan tetap menjadi salah dan tidak boleh
dibenarkan atas alasan apapun. Yang menjadi pembicaraan penting di sini adalah,
jangan hanya karena salah sekian oknum terus kemudian satu kampus atau satu
daerah disalahkan. Nah, itu yang keliru. Kalau boleh jujur-jujuran, tidak hanya
di kampus almamater atau daerah aku saja yang ospeknya sampai sebegini parah,
karena di daerah-daerah lain juga sebelas dua belas lah, benar
atau benar? Jangan mengcap semua salah begitu saja.
Pelabelan
atas dasar apapun tetaplah tidak benar. Setiap individu memiliki hak dan
pilihan sendiri walaupun dirinya berada dalam satu kelompok yang kebetulan tidak
berbagi pemikiran yang sama dengannya. Aku sempat mengunggah ulang sebuah
unggahan salah satu teman aku berupa respon menurut dirinya tentang apa yang
terjadi, yang intinya adalah seruan balik kepada komentar jahat yang seakan
tidak berkesudahan mewarnai berbagai kolom komentar akun-akun yang membagikan
vidio itu. Bahwa, jangan hanya lihat jeleknya saja, di luar dari kejadian ini,
kampus almamater teman aku dan aku merupakan salah satu pusat pendidikan tinggi
yang tertua dan melakukan aktivitas edukasi yang terus berlanjut sejak
didirikannya sekian tahun yang lalu dan sekarang sampai nanti.
Banyak
sekali pihak yang terkena serangan di sini, baik secara langsung atau tidak
langsung. Pihak kampus dan seluruh dosen, mahasiswa yang sedang menempuh studi,
alumni yang sudah lulus, seluruh warga daerah yang jelas-jelas ikut terserang
karena nama daerah juga terpampang di setiap berita. Dan tidak lupa, para
mahasiswa baru yang wajahnya ada di vidio, terlebih lagi oknum-oknum senior
jahat. Ini adalah duka daerah, di saat sebagian yang lain terus berusaha
mengharumkan dan menjaga nama baik, ternyata di saat yang tidak diduga, ada
oknum-oknum yang dengan gampangnya membuat semua yang sudah harum seketika
busuk. Dengan koneksi internet dan jemari yang lincah mengetik, warganet
ramai-ramai dari berbagai pelosok Indonesia berkumpul, memberi komentar jahat.
Kenapa
semua ini terus terjadi, semuanya sudah jelas, karena lingkaran masih terus
saja berlanjut. Lingkaran kebencian itu harus diputuskan, dihapuskan,
ditiadakan dari berbagai jagat dunia pendidikan. Kamu menerima perlakuan buruk
hari ini, kamu kemudian memupuk rasa benci selama setahun atau dua tahun,
sampai akhirnya kamu memiliki hak untuk melakukan hal buruk tersebut ke orang
lain. Apa sebenarnya dasar atas tindakan tersebut, tentu saja, sederhana
disebut aksi balas dendam. Kamu pernah merasa disakiti kemudian kamu menunggu
kesempatan untuk lanjut menyakiti, dan orang siapapun itu yang kamu sakiti akan
melakukan hal tersebut ke orang selanjutnya dan terus begitu. Bagaikan kutukan
yang tidak pernah berakhir, seperti adegan film perjalanan waktu alami
paradox.
Sepertinya
tulisan ini sudah terlalu panjang, mari kita akhiri sampai di sini. Sama
seperti semoga juga kita bisa akhiri lingkaran kebencian yang terus bersambung
bernama ospek. Bukan hanya memutuskan lingkaran tersebut, tapi juga anggap
bahwa lingkaran tersebut tidak pernah ada sejak awal. Walaupun, hal tersebut
nampaknya mustahil untuk mereka yang sudah terlanjur memiliki pengalaman
menjadi bagian dari lingkaran. Sama halnya beranjak dari masa lalu menuju masa
depan. Kata Elsa, the past is in the past-let it go. Mari, kita sama-sama perlahan
hapus luka masa lalu ini, sembuhkan sakitnya. Demi masa depan yang lebih baik,
demi dunia pendidikan yang semestinya mendidik, bukan menghardik. Yuk, berbenah.
Comments
Post a Comment