jika kita tak pernah jatuh cinta
Ijinkan aku
untuk sedikit mengeluh untuk sebentar saja, buku yang satu ini sudah bikin aku
penasaran lama, tapi di toko buku kota aku gak ada makanya harus pesan lewat online gitu. Aku gak akan sebut jasa aku
memesan di mana, karena ini berupa keluhan yang artinya tidak baik lah ya, tapi
harus disampaikan, tapi tidak akan sebut nama deh, takut jadi ghibah.
Jadi, ceritanya
aku pesan sejak senin 26 agustus tapi baru sampai di rumah itu senin 9
september, samaan kayak hari pertama One Day One Post musim tujuh mulai nih eheheh.
Silakan dihitung, berapa banyak hari aku harus menunggu, tentu aku tidak cuma
menunggu dalam diam tapi sambil memperbaiki diri, eh sambil mengirimkan keluhan
ke kantor pusatnya maksudnya, maap. Tidak terhitung berapa kali dan berapa
banyak narahubung yang sudah aku ajak chat
gitu. Macam-macam alasan diberi, dan kalimat andalan mereka adalah “kami
mohon maaf untuk ketidaknyamanan ini” blah blah blah. Tapi,
sudahlah ya, mari kita ulas bersama buku ini.
Dari
penampilan, aku kira bukunya bakalan lebih besar bentuknya, ternyata kecil,
gambar-gambar di instagram memang menipu ya. Dari kover bukunya, kelihatan
banget target pembacanya, kaum hawa, walaupun bukunya ditulis oleh seorang kaum
adam, yang wajahnya susah ditemukan. Tidak suka budaya selfie seperti kebanyakan manusia yang lain. Di akun instagramnya
saja cuma bisa ditemukan petikan-petikan tulisannya yang maknyus, njleb, dan relatable banget-banget dah, beneran
Walaupun sudut
pandang yang digunakan dalam buku yang bertipe self-development ini mewakili sudut pandang perempuan, dan kebetulan
aku laki-laki, yang di dalam buku ini tuh seakan-akan salah terus gak ada
benernya, buku ini lumayan bagus lah menurut aku.
Untuk
kamu yang sudah punya pengalaman dengan segudang mantan kekasih yang kalau
dibikin daftarnya mungkin bisa berhalaman-halaman, atau kamu yang belum punya
pengalaman dan mulai menimbang-nimbang untuk mulai berkencan. Buku
ini mempromosikan konsep diri merdeka.
Tunggu
dulu, merdeka yang dimaksudkan di sini adalah, merdeka dari menjadi budak
cinta, bahwa ada banyak sekali hal yang jauh lebih penting ketimbang
cinta-cintaan. Ini yang membuat aku salut, kebanyakan Islamic influencer kan begitu masif dalam menggebor-geborkan narasi
“jangan pacaran-mending langsung menikah” mengesampingkan bahwa menikah tidak
seperti permainan dan butuh banyak persiapan mumpuni terlebih dahulu.
Si
penulis di sini selalu menyisipkan potongan surat dari kitab suci umat islam
sebagai pelengkap, bukan mendorong orang yang ingin pacaran, untuk jangan
pacaran, kemudian menjerumuskan pada
pernikahan dini, melainkan mendorong untuk memperbaiki diri dan menemukan
tujuan hidup yaitu dengan belajar agama sebagai bekal akhirat nanti.
Memang,
tidak semua aktivitas perpacaran pasti dan mutlak bermuara pada hal luar batas
yang diwaspadai, ada kok sebagaian yang pacarannya baik-baik saja, tapi pacaran
sebagai awal dari kehancuran memang adalah fakta yang tak bisa terelakkan juga ya kan.
222
halaman buku ini seakan menjadi buku ramalan yang menceritakan apa yang akan
terjadi jika kita berpacaran, yang semuanya tidak ada yang berujung bagus,
karena putus. Aku kebetulan sedang mengikuti kelas menulis online yang dibuat oleh penulis buku ini, dan dari bocorannya,
katanya buku ini berasal dari kolaborasi hasil wawancara dan ilmu agamanya,
kurang atau lebih, dan sepertinya masuk akal kalau memang demikian.
Ini adalah
buku berdakwah, tapi dengan cara yang berbeda, mau dibilang novel tapi bukan,
banyak cerita reka adegan di setiap bab tapi tidak bisa disebut cerpen. Ini bukan
buku pertama penulis katanya, tapi ini buku pertama yang berhasil menjuarai
toko-toko buku di berbagai kota di Indonesiaaaa. Buku ini mengubah citra
penulis secara keseluruhan dan berhasil menggaet pembaca lintas daerah dan
umur, sekalian menjadi target dakwah untuk menyebarkan kasih sayang-Nya
Kabar terakhir
yang aku dapatkan, buku ini masih terus dicetak ulang untuk diedarkan di
toko-toko buku, jadi kalau kamu yang mungkin belum sempat membacanya bisa
ngecek.
Baca judulnya saja, aku langsung bayangin macem2.
ReplyDeleteGimana ya kalau misal kita semua tak pernah jatuh cinta?
Semoga bisa baca buku ini ...
ya kan, judulnya aja ngundang pikiran macam-macam. apalagi isinya.
DeleteJudul bukunya unik dan bikin penasaran
ReplyDeleteayo hilangkan rasa penasaran kamu dengan pergi ke toko buku
DeleteIya, jadi penasaran nih pengen baca isinya...
ReplyDeletesegerakan gaskan ehe
DeleteKayak buku saku gitu ya, Mas?
ReplyDeletegak muat kalo taruh di saku sih. cuma lebih kecil dari dugaan aja.
DeleteTidak bisa membayangkan, pujangga saja bilang hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga
ReplyDeletebaca komen dalam hati pake nada dong ehe
Deletebuku yang menarik, sebagai dakwah untuk para remaja yang terkena virus bucin bahwa pacaran hanya menabung dosa dan perbuatan sia-sia
ReplyDeletepacaran gak pacaran kembali ke pilihan masing-masing
DeleteMengajak kebaikan memang bisa dari mana saja,buku itu salah satunya, gak kebayang pahala si penulis kalau banyak yg berubah kearah yg lebih baik
ReplyDeletebener banget, bisa jadi pahala tak terputus. aku juga ingin jadi penulis.
DeleteSelama itukah menunggu kiriman di daerah? Saya salut dengan para pejuang-pejuang di garis terjauh peradaban. Semoga dapat terus berbagibkebaikan, kak!
ReplyDeleteyaampun "garis terujung peradaban" hehehe berasa kayak ada di ujung dunia mana gitu
DeletePerjuangannya untuk terus menyalakan semangat "ngaji literasi" sangat luar biasa..apa kabar yg serba udah aksesnya
ReplyDeletewadaw "ngaji literasi" ya hehe
DeleteBaca tulisan Kakak jadi ingin beli.
ReplyDeleteUama oh uang. Belum ada
beneran? syukurlah kalau demikian tulisan ini berhasil mengajak untuk membaca
Delete*Uang
ReplyDeleteSampai typo Kak, aku.
ehehe semoga dapat rejeki untuk beli buku
Delete