Otw Hijrah oleh Jee Luvina


Ternyata buku ini tidak sepenuhnya diisi dengan tulisan dari Jee Luvina, penulis aktif yang sudah menelurkan banyak buku dan juga menggagas kelas menulis online dengan ribuan alumni. Sebagian halaman di tengah, diselipkan tulisan dari empat kontributor yang membagikan kisah perjalanan mereka, iya semuanya cewek-cewek, dan iya ini buku tentang hijrahnya cewek-cewek, apa aku salah beli buku? Bisa jadi. Tapi, aku percaya kalau buku tidak pernah salah dan buku bersifat universal, yang penting bagaimana kita yang membaca mencari nilai-nilai dari isi buku yang semoga saja bisa kita adopsi nanti.
Setelah kemarin membaca buku Jika Kita Tidak Pernah Jatuh Cinta yang walaupun penulisnya seorang cowok tapi menulis buku dengan sudut pandang cewek, dan sekarang membaca judul buku yang jujur saja menarik hati, tapi ternyata isinya tentang cewek-cewek juga. Sudikah dikau sekalian untuk mencoba memahami rasa tidak adil dan susahnya mencari buku dengan sudut pandang cowok yang sedang aku rasakan ini? Mungkin saja ada buku-buku di luar sana yang belum sempat aku kenali yang ternyata menggunakan sudut pandang cowok, kalau kamu tahu beberapa, dipersilakan untuk berbagi infonya. Bisa banget kok rekomendasikan buku-buku yang mungkin kamu tahu tapi aku belum tahu di komentar bawah ya. Lah, kok malah berasa kayak jadi youtuber yang ngemis-ngemis komentar, ehe. Oiyah, tulisan besok aku bahas blogger dan youtuber, kalau gak kelupaan dan kemalesan dan ke ke yang lainnya, ditunggu ya.
Buku ini mengisahkan perjuangan para cewek-cewek yang dulunya memakai pakaian seksi namun kemudian berhijrah dan menutup diri, eh menutupi badan sesuai ajaran yang syar’i maksudnya. Banyak yang dengan sukarela membagikan pengalaman mereka, yang kalau mau tahu ya silakan baca bukunya. Alasan berhijrah karena mencari ketenangan hati atau panggilan jiwa karena rajin terjun ke organisasi kerohanian dan tidak sedikit yang mengutuk pengalaman cinta. Aku memang bukan seorang ahli ibadah, tapi mengkambinghitamkan cinta sat sedang berusaha jadi baik kok kayaknya klise banget ya, kalau boleh jujur dan berbagi sedikit pengalaman aku di dunia yang perlahan dipenuhi dengan orang-orang yang berbondong-bondong hijrah ini, yang sebenarnya bagus, tapi sebagian oknum membuatnya kelihatan gimana gitu.
Tidak sedikit yang mendefinisikan hijrah hanya dengan mengganti koleksi pakaian di dalam lemari, kemudian dilanjutkan dengan mengkafirkan semua orang selain dirinya. Aku gak bilang buku ini isinya begitu ya, ini pengalaman dunia nyata dan mungkin dunia online. Aku juga tidak jarang mendapati individu-individu oknum yang katanya sudah hijrah itu tapi tetap berkencan, dan aku sama sekali tidak masalah dengan hal itu. Tubuh kalian, hati kalian, hak penuh kalian. Permasalahan percintaan memang terlalu rumit dan kompleks untuk dibedah, terlebih lagi aku yang minim pengalaman kencan.
Aku pernah sekali menggunakan pakaian yang agak kehijrah-hijrahan dulu waktu masih kuliah dan mengikuti lomba mengaji, walaupun suara ini begitu fales dan listrik tiba-tiba mati saat aku naik ke atas panggung untuk bertilawah. Tapi, bukan itu yang ingin aku sampaikan, aku mau bilang kalau aku menggunakan baju yang agak beda itu hanya selama lomba dan langsung melepasnya setelah selesai lomba. Tahukah kamu, ada sebagian orang yang berkomentar dengan memanggil aku dengan sebutan ustad hanya karena aku pakai pakaian kayak begituan, lalu aku berpikir, nah bagaimana rasaya dengan cewek-cewe yang sedang berusaha baik dengan tiap hari menggunakan pakaian semacam itu ya, pasti berat banget. Kalau cowok mungkin gampang, tidak perlu harus banget ubah penampilan dan identitas sebagai islam atau bukan tidak kentara. Ya, walaupun ada memang cowok-cowok yang berhijrah dengan pakaian jubah dan peci yang digunakan kemana-mana.
Kalau aku seorang cewek, mungkin aku sudah pakai dan lepas hijab berkali-kali, itu yang aku pikirkan. Ada saja kendala yang membuat diri ini begitu sulit untuk konsisten, atau kata yang lebih disukai, istiqomah, dalam berusaha memperbaiki diri. Aku percaya kalau hijrah itu begitu luas maknanya, dan islam itu begitu banyak bentuknya. Ada sebagian yang melarang berswafoto tapi toh tidak jarang ada banyak ahli agama yang hobi berswafoto. Aku sendiri sudah kurang lebih dua tahun tidak lagi berswafoto, mungkin itu bisa jadi ide tulisan di hari lainnya, aku juga bingung kenapa. Aku sudah lumayan muak dengan kata hijrah, kata ini bagus tapi terlalu dikomersilkan.

Comments

  1. Wkwkwkwk... komersialisasi hijrah gitu kak?

    ReplyDelete
  2. Jujur aku jadi penasaran pengen baca bukunya. Pengen tau gimana pengalaman hijrah ukhti2 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. wadaw bisa silakan diserbu ignya untuk dikepoin kak

      Delete
  3. Hijrah itu sama dengan taubat ga ya.

    ReplyDelete
  4. Terus terang saya kurang tertarik dengan bukunya,, heee... Bukan berarti buku itu ga bagus, karena aku pun hanya remahan rengginang di kaleng Khong Guan šŸ¤£šŸ¤£šŸ¤£

    Tapi kok lebih menarik tentang, naik panggung dan tiba-tiba mati lampu.. šŸ˜ ceritanya gimana itu, kak... šŸ˜

    ReplyDelete
    Replies
    1. mau tau cerita kelanjutannya? terserah percaya atau gak percaya, setelah aku turun panggung malah listrik kembali menyala. aku kemudian merenung kama, yaampun sekotor itu kah aku. huhuhu.

      Delete
    2. Alloh...

      Terus? Dilanjut tilawahnya?

      Delete
    3. ya kan aku tilawah saat listrik mati jadi tilawah gak pake pelantang. pas turun dan listrik nyala ya lanjut peserta selanjutnya. iya senyesek itu hahaha.

      Delete
    4. Yaa, Salaam..
      Jangan bilang hasilnya "belum beruntung", Kak.. heee... ✌️✌️

      Delete
    5. hasil apaan kak? tentu aja gak berharap. aku kan cuma jadi peserta hore hore. ahaha.

      Delete
    6. Mau tanya juara apa nggak, tapi ga enak hati.. hihi ..

      Delete
    7. santai kak. gak semua perlombaan tujuannya untuk menang. aku udaj tau dari awal gak akan menanh kok. ehe.

      Delete
  5. Zmn sekarang emg gitu ka, hijrah jadi kodok mereka hm

    ReplyDelete
  6. Kok lucu ya ada kalimat misal cwo hijrah mesti pakai topi dan jubah kemana-mana

    ReplyDelete
  7. Terima kasih resensinya, perihal hijrah dan istiqomah... semua memang tergantung pada diri kita karena menjadi "baik" itu proses sepanjang hayat masih dikandung badan. Justru perlu dipertanyakan, jika diri ini beranggapan sudah "baik"... karena tidak ada orang baik yang mengaku dirinya baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener banget. setuju. hijrah ada proses berusaha jadi baik yang tidak berujung.

      Delete
  8. Replies
    1. iya ya hahaha bisa berabe bongkar pasang hijab teros nanti

      Delete
  9. Pernah sempet mau beli tapi sampai sekarang belum kebelišŸ¤£.

    ReplyDelete
  10. "Tidak sedikit yang mendefinisikan hijrah hanya dengan mengganti koleksi pakaian di dalam lemari, kemudian dilanjutkan dengan mengkafirkan semua orang selain dirinya."

    Sepakat dengan kalimat itu, hari ini pun (bukan) kebetulan juga diskusi bahas hal itu sama teman.

    ReplyDelete
  11. Ternyata gabungin resensi sama pengalaman pribadi bisa buat tulisan jadi menarik nih.. btw, suka kata "istiqomah", bener-bener nendang di saat ritme nulis naik turun :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih. sebenernya agak khawatir tulisannya bukan jadi ulasan buku yang baik karena ramai curhatan ehe.

      Delete
  12. Komersialisasi hijrah ya? Wkwkwk

    ReplyDelete

Post a Comment