pendongeng masa depan



Pada suatu hari, seorang anak berdiri takzim menatap satu benda asing yang dibawa pulang ayahnya, begitu besar dan aneh serta kelihatan canggih, orang-orang menyebutnya parabola. Kotak ajaib yang hanya menampilkan satu kanal hitam putih saat dibantu oleh antena, kini berubah jadi berwarna dan menyediakan banyak pilihannya. Anak kecil itu pun kegirangan bukan main, dirinya kini seakan tidak pernah kehabisan petualangan setiap harinya, duduk manis di depan layar kaca tapi bukan untuk bercermin, pikirannya jauh terbang melayang. Televisi disematkan menjadi sahabat pertama anak kecil itu.
Hari berganti bulan berlanjut tahun, anak kecil itu sudah tidak kecil lagi, tapi senantiasa melakukan hal yang paling disukainya. Menyelami banyaknya pengalaman hidup dengan berbagai dalamnya perasaan dalam lautan cerita tak berujung, sampai tiba suatu masa, dirinya bertemu dengan penemuan baru, tumpukan kertas ratusan halaman yang direkatkan. Bukan kumpulan buku pelajaran sekolah yang selalu dicekoki gurunya, sesuatu yang ajaib yang lain ini sering disebut dengan novel. Seakan terbangun dari tidur, anak kecil yang sudah tidak lagi kecil itu menemukan fakta bahwa cerita juga bisa semenyenangkan itu dalam bentuk barisan kata demi kata. Tidak lama setelahnya baru disadari, semua aktivitas kreatif sebenarnya lahir dari dan memiliki satu ibu yang sama, menulis.
Anak kecil itu akhirnya memiliki mimpi lain, selain ingin menjadi dokter karena sepertinya hanya itu jawaban yang bisa diberikan oleh anak kecil saat ditanya ingin jadi apa, anak kecil itu ingin menulis cerita yang terasa hangat saat dibaca serta bisa menghidupkan karakternya dalam film yang bisa dinonton. Sama halnya saat mendeklarasikan diri ingin jadi dokter tapi tidak tahu sebanarnya apa dan bagaimana bisa mewujudkannya, harapan sederhana itu tersimpan jauh di sudut pelosok hati, tidak lebih dari keinginan aku ingin menyentuh jiwa orang lain seperti film-film ini menyentuhku, walau tidak tahu bagaimana.
Tumbuh kian dewasa, dengan hantaman realita yang memberi pukulan keras tanpa ampun, mimpi anak itu yang bukan hanya satu, perlahan mati dibunuh dengan tangannya sendiri. Tidak pernah disadari akan menjadi sesadis ini dirinya di masa depan. Kata mimpi dihilangkan dari daftar kamus miliknya, pahitnya kenyataan membuatnya tidak lagi mampu membuat harapan. Tapi, satu mimpi kecil yang dulunya tidak terdefinisikan, yang ia simpan rapat jauh lebih terasingkan dan terlupakan, perlahan menyeruak ke permukaan, tentang ingin bercerita.
Anak kecil yang sudah terlalu dewasa untuk disebut anak kecil lagi itu perlahan mengais cahaya kecil di tengah kegelapan. Bagaikan menemukan harta karun, setelah badai kenyataan yang bertahun-tahun menerjang menghapus semua pikiran bahagia anak kecil polos tak tersisa, ia menemukan dirinya lagi. Dipeluknya cahaya kecil yang hampir padam itu, berharap dapat memperpanjang umur cahayanya, menangis sejadinya kala itu.

Comments

  1. Tetap semangat untuk tetap memeluk cahaya itu ✊

    ReplyDelete
  2. Anak kecil yang bangkit dari kesedihanya, semoga ia selalu bahagia,
    salam hangat dari teman senja kota Kairo

    ReplyDelete
    Replies
    1. anak kecil itu mengirimkan salam balik teruntuk teman senja.

      Delete
  3. Anak kecil, Kesedihanya akan mengecil dikarenakan cahaya yang berusaha ia kais

    ReplyDelete
    Replies
    1. anak kecil itu tersenyum membaca komentar hangat netijen

      Delete
  4. Cukup satu buku untuk membuat kita jatuh cinta pada tulisan.
    Cukup satu pembaca untuk membuat kita terus menulis.
    Semangat..

    ReplyDelete
  5. Anak kecil yang tumbuh menjadi dewasa yang harus siap dengan realita kehidupan yang ada

    ReplyDelete
  6. Kemasan yang bagus untuk tantangan 2

    ReplyDelete
  7. Pilihan diksinya bagus jadi ikut merayakan perasaan si anak yang perlahan mengais cahaya dalam kegelapan...👏👏

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah ikut merayakan perasaan anak kecil itu

      Delete
  8. Lewat cerita dongeng, kita mewariskan kebaikan-kebaikan yang terlupakan dari masa silam.. Salam dongeng, bung.

    ReplyDelete

Post a Comment