belajar mengangkat telpon-Nya



Apa rasanya saat seseorang yang kamu anggap spesial menghubungimu duluan, baik itu lewat aplikasi percakapan atau bisa jadi telpon langsung, tebakanku sih kamu langsung merespon. Entah itu sahabat karib atau gebetan mungkin atau sudah jadian. Intinya, kita berusaha sebaik mungkin untuk tidak membuat seseorang yang berada di ujung telpon sana menunggu lama. Hal serupa juga mungkin sekali terjadi kalau kamu sedang menghubungi seseorang tentang urusan penting dan berharap sesegera mungkin balasan. Agak geram dong ya pastinya, jujur aja kan ya kan.
Kalau yang coba menghubungimu adalah Tuhan? Iya, yang Maha Cinta dan Maha Tahu. Kita bisa banget menaruh kata apapun setelah kata Maha untuk mengangungkannya tanpa merasa bersalah, karena Tuhan memang pantas memiliki sifat Maha. Aku terkadang heran kenapa orang-orang yang belajar di bangku kuliah bisa disebut mahasiswa.
Surat Ibrahim ayat 10, dengan jelas kita semua diberitahukan tentang fakta yang mengejutkan, “Dia memanggilmu pada-Nya untuk memaafkan dosa-dosa mu” seindah dan sesejuk itu ayatnya. Coba bayangkan, kamu berbuat sesuatu kekeliruan, eh tapi kamu yang dihubungi duluan. Tanpa gengsi tanpa pamrih, yang terluka dan tersakiti justru membuka pintu duluan untukmu. Adakah manusia yang sebaik itu? Kayaknya jarang sampai gak mungkin.
Tapi yang kita bicarakan di sini adalah Tuhan, yang Maha Pemaaf, bahkan sebelum yang berbuat salah menyadari kalau dirinya salah, jauh sebelum yang salah berpikir untuk datang dan meminta maaf. Tuhan sebaik itu, sampai menguhubungimu duluan. Tapi, manusia tidak jarang justru mengabaikan panggilan-Nya, pura-pura tidak dengar, pesan-Nya sudah dibaca tapi tidak kunjung langsung dibalas. Padahal, Tuhan memanggil manusia-manusia untuk memberikan maaf atas dosa-dosa yang diperbuat.
Iya, bener banget, aku juga masih sering tidak mengangkat telpon-Nya. Dibutakan, ditulikan, dilumpuhkan, dengan urusan dunia. Terseret ombak kesibukan yang selalu mengombang-ambing kemudian secara perlahan menarik masuk menenggelamkan dalam lautan kelalaian yang pasti. Malu gak? Ya, tentu saja malu pake banget dong. Terus nih ya, ketika ingin sesuatu, berharap harapan dikabulkan misalnya, kita mulai berbondong-bondong memulai percakapan dengan-Nya, ribuan panggilan telpon tanpa kenal waktu siang malam, berharap segera dapat balasan-Nya.
Aku sadar kalau Tuhan tahu semua yang ada di dalam hati dan pikiran manusia tanpa terkecuali. Aku yakin Tuhan juga pasti tidak pernah kelewatan membaca tulisan-tulisan dari blog ini. Ingin menulis surat kecil untuk Tuhan, eh itukan judul novel yang sudah difilmkan waktu itu ya. Ingin belajar lebih baik berkomunikasi dengan-Nya, berencana menjawab telpon-Nya di dering pertama, berniat membalas pesan-Nya tepat selesai dibaca. Belajar, yuk?

Comments

  1. Iya, yah..

    Telp dari suamiku, cepet² kuangkat. Giliran Dia telp lewat lantunan suara adzan, tar dulu-tar dulu mulu🙈🙈🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku juga masih sering pura-pura gak denger telpon-Nya huhu. atau denger tapi jawabnya nanti-nanti huhu.

      Delete
  2. Panggilannya mesra, dan tak pernah memaksa :')

    ReplyDelete
  3. Terima kasih tulisannya ka😊

    ReplyDelete
  4. Padahal dengan sukarela dia memanggil kita, tp most of us always pretend about that

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kebanyakan kita terus saja pura-pura gak dengar panggilannya. aku juga nih huhu.

      Delete
  5. Merasa kalo diri ini tersentil, sering tidak mengindahkan panggilannya cepat-cepat

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku juga masih sering banget jawabnya nanti-nanti eh ada juga yang akhirny kelupaan huhu

      Delete
  6. Terima kasih untuk pengingatnya 🙏

    ReplyDelete
  7. Padahal cinta-Nya paling tulus...tapi masih aja suka berpaling cari-cari alasan menunda menjawab panggilan-Nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. seribu satu alasan ya kita kita ini huhuhu

      Delete

Post a Comment